Reflecting on A Year at Work

November tahun lalu, aku pernah titip doa ke temanku yang tengah umroh di tanah suci. Salah satu doaku: semoga aku dapet kerjaan yang aku bisa hepi ngejalaninnya. 

Waktu itu posisiku sedang tahap interview di sebuah digital startup dan sedang persiapan untuk volunteering di Surabaya. Jadi dalam pikiranku, keterima atau nggak, semoga ini menjadi jawaban dari doaku. 

Doaku jarang meminta kerjaan dengan gaji tinggi (walaupun aku tahu berdoalah setinggi mungkin). Tapi menurutku yang pertama dan utama adalah pekerjaan yang aku bisa hepi dulu jalaninnya. Kalo aku bisa tulus dan ikhlas ketika bekerja, insyaallah gaji juga mengikuti. Or at least, gaji berapa pun bisa aku syukuri. 

Surprisingly, beberapa hari setelah aku titip doa tersebut, interviewerku tiba-tiba menghubungiku dan menawarkan pekerjaan yang aku lamar itu. Aku sudah sampaikan kalo aku masih di Surabaya sebulan ke depan. Puji syukur, beliau justru mau menunggu sampai aku kembali ke Bontang. 

(Dimana-mana pelamar yang nunggu perusahaan. Lah ini malah perusahaan yang nunggu pelamarnya wkwk) 

Akhir November 2023 setelah aku kembali dari Surabaya, aku kembali dihubungi oleh interviewerku untuk segera bergabung. Baru banget sampai di Bontang, bahkan efek antimonya dan pegelnya masih ada wkwk, aku udah disuruh briefing besok paginya banget. 

Daan dari situ lah lembar baruku dimulai. 

Bisa dibilang, I'm in love and hate relationship with this job. Pekerjaan ini tuh, gimana ya wkwk. Seru sih menurutku. Banyak banget hal baru yang aku dapatkan di sini. Pekerjaanku berkutat dengan hal yang aku senangi juga. Ya walaupun nggak bisa dipungkiri, ada masanya tiap bulan aku capek banget dan nangis pengin resign wkwkwk. 

Di sini kami selalu "dipaksa" untuk push to the limit. Setiap hari kami selalu dituntut untuk "ayo, kalian berproses apa lagi ini?" 

Yang sudah baik, selalu ditanyakan "ayo, mau tingkatkan yang mana lagi?" Apalagi yang belum baik, wkwk. 

FYI, bahkan di tiap awal pekan kami tuh membuat rencana kegiatan kerja per 30 menit selama seminggu ke depan! Lalu tiap harinya kami tulis realisasi kegiatan kami. Atasan kami ingin kita mindful dengan apa yang kita kerjakan di kantor. 

Makanya kami agak ketar-ketir kalo ada "jam nganggur", karena kami nggak tahu mau nulis apa di laporan harian 🤣 

Dua bulan setelah bekerja, aku dapat promosi. 

Bukan nominalnya yang bikin senang, tapi aku jadi punya harapan baik ke diriku, "Ternyata aku tidak seburuk itu" "Ternyata aku bisa juga ya memberikan manfaat" 

Di sini aku selalu dimotivasi untuk terus berproses. Memang berat dan penuh tangisan, tapi kerjaku kerap kali diapresiasi. 

"Gapapa, itu namanya berproses. Memang awal-awal nggak biasa, tapi kamu pasti bisa"
"Ayo lah, saya tahu kemampuanmu bisa lebih dari ini"
"Saya udah lihat kinerjamu ketika event a, b, c. Dari caramu menghandle sebuah masalah, I know you're in the right track" 

Diafirmasi positif dan dipaksa bisa itu beda tipis ya 😂 

Aku yang dari dulu selalu meragukan kemampuanku, ternyata ada orang yang bisa melihat kemampuanku, yang bahkan aku sendiri nggak tahu kalo aku punya. 

Di sini aku juga dipertemukan dengan temen-temen kerja yang baiik banget dan supportif. Alhamdulillah aku dikelilingi lingkungan yang taat, yang gemar mengajak kebaikan. Partner kerjaku juga asik banget. Jujur baru ini aku bisa sedeket ini dan terbuka dengan temen kerja. 

Di tempat kerjaku sebelumnya, teman-temannya juga baik banget tapi memang bukan tipikal teman yang menuntun ke arah kebaikan. Setelah aku pindah ke tempat kerjaku yang baru ini, aku jadi bersyukur punya temen-temen yang sekarang. 

Mungkin karena di tempat kerjaku sekarang ini memang sarat dengan islam, kami jadi lebih taat. Setiap adzan, kami selalu usahakan segera sholat. Kalimat “Yuk sholat yuuk” menjadi ajakan yang hangat dan menyenangkan untuk didengar. Tiap ada yang keceplosan ngomong kasar, siap-siap diomelin Mba Lusy “Hee mulutnya lhoo. Istighfar we”. 

Pokoknya di sini kupingku adem guys, karena jarang denger kata-kata kasar dan banyak denger istighfar wkwkw. 

Tapi terlepas dari omelan Mba Lusy, ya kami sadar sendiri untuk nggak membiasakan pakai kata-kata kasar. Apalagi kerja kita banyak komunikasi dengan pelanggan, mau nggak mau harus lebih pintar pilih kata-kata. 

Dan semenjak itu, rasanya aneh dan nggak nyaman kalo dengar orang ngobrol dengan kata kasar. Apalagi kalo perempuan. Rasanya ingin kukasih tahu ke seluruh dunia, kalo bisa loh ngomong tanpa imbuhan kata kasar tuh. Nggak akan mengurangi makna satu pun di dalam kalimatmu. Beneran.

* * * 

Pekerjaan ini banyak memberiku hal baru. 

Pekerjaan ini bisa bikin aku pergi ke tempat yang belum pernah aku datangi, melakukan hal yang belum pernah aku lakukan, dan nyobain makanan yang belum pernah aku coba. 

Aku bisa duduk semeja bareng petinggi korporat dan founder berbagai perusahaan. Ikut bos meeting di ruang rapat PKT, yang mana belum pernah aku masuki sebelumnya. Difasilitasi jalan-jalan gratis ke Malahing. Tiba-tiba ditawari ikut acara yang isinya influencer kece di Bontang (padahal gue mah apa, cuma rakyat jelata). 

Mungkin hal tersebut sudah biasa bagi orang lain, atau bukan pencapaian besar. Tapi bagiku yang cuma "wong cilik" ini rasanya sebuah pencapaian yang hebat, ketika didatangkan sebuah kesempatan tanpa harus keluar effort banyak. 

Pekerjaan ini juga bikin aku bisa saling kenal dengan banyak mitra. Hampir tiap hari adaa aja rezeki dari mitra UMKM maupun temen-temen kantor. Entah tiba-tiba dikirimin makan siang, dianterin cemilan, atau tiba-tiba ditraktir ga dibolehin bayar. Alhamdulillah meja kantor nggak pernah sepi 😭🤲 

Hal-hal sederhana itu jujur bikin aku luluh banget sih. Sebagai sesama UMKM, rasanya menyenangkan sih bisa saling bertumbuh dan mendukung satu sama lain. Semoga terus mengalir rezekinya yaa, wahai orang-orang baik!

Aku tahu mungkin di luar sana banyak pekerjaan yang gajinya lebih besar, kerjanya lebih enak, dan mungkin lebih baik. 

Aku juga tidak pernah bilang kalau ini adalah pekerjaan terbaik. Tapi prinsipku adalah, lakukanlah dengan sungguh-sungguh apa yang sedang kamu kerjakan di depan matamu. 

Bosku selalu bilang, "kalo kalian kerja cuma nyari uang, bukan di sini tempatnya. Gaji di sini tuh nggak banyak." 

Ya aku setuju sih. Dan aku rispek karena bosku mengakui itu juga. 

Kemudian beliau melanjutkan, "kalo kerja, niatkan untuk memberi manfaat untuk orang lain. Niatkan untuk melayani dan membahagiakan orang lain." 

Dan hal itu juga yang menjadi salah satu motivasiku bertahan sampai saat ini. Selain itu, aku selalu mencari motivasi-motivasi lain yang bisa bikin aku bertahan. 

Dulu goalsku adalah menuntaskan janji komitmenku 6 bulan. Tiap aku capek, aku selalu sounding ke diriku sendiri "sabar fet, yuk bertahan seenggaknya sampai 6 bulan. Kamu udah janji lho". 

Sekarang sudah lewat 6 bulan, aku memotivasi diriku dengan hal lain. 

"Kamu bisa fet, bulan depan ada gathering. Pasti seru banget"
"Yuk kuat kuat fet. Akhir tahun ada event seru yang nggak boleh kamu lewatin"
"Yok mungkin tahun depan ada kegiatan yang lebih seru lagi" 

Aku percaya, rezeki itu nggak melulu tentang uang. Badan yang sehat, lingkungan yang supportif, teman-teman yang baik, bahkan sesederhana ditraktir mitra adalah rezeki yang tak ternilai harganya. 

* * *




Jadi, apakah ini pekerjaan yang aku inginkan? 

Tidak bisa aku jawab sekarang, namun sejauh ini, aku senang bekerja di sini. Walaupun ada kalanya tiap bulan aku mempertanyakan eksistensiku dan nangis semalaman wkwkwk. 

Aku nggak tahu apakah ini benar-benar pekerjaan yang dikabulkan dari doaku atau tidak. 

Tapi patut diapresiasi aku bisa bertahan satu tahun di sini, karena jalannya pun nggak mudah. 

Setelah ini, apakah aku akan bertahan atau tidak, mari kita lihat nanti. Yang penting aku sudah melunasi hutangku. Semoga sih bisa bertahan dan aku bisa terus mengembangkan diriku di sini, sampai waktuku yang tepat untuk nanti aku pergi.


Bontang, 25 November 2024, 

Si bocah tantrum,
Fetty

Comments

Post a Comment

Apa pendapat kamu? Yuk sharing! :)