Liburan Lintas Dua Pulau


Halo!

Aku baru aja pulang liburan nih hihi. Setelah 3 tahun pandemi, ini adalah liburan terpanjang sekaligus liburan pertamaku bareng keluarga di luar kota.

Liburan ini walaupun rutenya masih itu-itu saja (Jogja, as always), tapi aku menemukan banyak cerita baru. Kali ini keluarga kami nggak sendiri, tapi ditemani juga dengan keluarga tante kami –Bu Na, Tasya, dan Zaki– dari Dumai, Riau. Aku terakhir ketemu mereka 12 tahun lalu di Medan. Dulu masih imut-imut, sekarang sudah sebesar inii 🥹

Rute pertama kami setelah menjemput Buna and the gank di bandara adalah ke Borobudur. Di sana, kami juga mampir ke rumah tetangga kami, Tante Yani yang tinggal di sekitaran Borobudur. Kami diajak jalan kaki blusukan ke sumber air yang dianggap suci oleh pada Buddha (kalo nggak salah namanya Sendang Wadhon, cmiiw). Sumber air ini rame banget ketika Waisak karena termasuk dalam serangkaian kegiatan keagamaan Buddha.

Kami juga diajak ke Candi Pawon jalan kaki lewat belakang rumah warga, saking dekatnya rumah Tante Yani ke Candi tersebut. Abis dari Candi Pawon, baru deh kami ke Candi Borobudur.


Selain Borobudur, kami juga ke Candi Prambanan beberapa hari setelahnya. Sebagai turis senior, jujur aku udah tiga kali ke Prambanan wkwk. Daripada mati gaya, kali ini aku menyewa guide buat bantu memandu kami selama di sana. Itung-itung tambahan wawasan buat kita semua. Kan malu ya, udah empat kali ke sana tapi nggak tahu sejarah Prambanan itu kayak gimana.

Sebelumnya aku mau kasih kritik ke TWC a.k.a pengelola candi. Astagaa, susah bener nyari loket pemandunya! Nggak ada petunjuk yang jelas, aku sampe bolak-balik ke banyak petugas dan hampir menyerah pake guide. Ternyata, loketnya kecil dan ada di gerbang turis mancanegara. Yah mana kelihatan sama turis lokal yekan? Udah gitu, pembayarannya harus tunai. Aku udah gajadi ambil karena gapunya cash tapi akhirnya dipanggil lagi dan diperbolehkan transfer. Baiklah, let's go.


Si guide bakal nemenin kita selama di Prambanan. Kami diceritakan filosofi tiap candi dan arca-nya, sejarah pembangunannya, hingga cerita dan dongeng yang berkaitan dengan Prambanan. Penjelasan dari guide bener-bener insightful. Sampe sekarang aku masih dibikin kagum, kok bisa sih bangunan artistik kayak gini dibangun 1.300 tahun yang lalu tanpa bantuan teknologi canggih?!

FYI, candi Prambanan pertama kali ditemukan tahun 1733 dalam keadaan hancur dan hanya tersisa reruntuhannya, baru kemudian dilakukan pemugaran selama ratusan tahun sampe bisa berdiri seperti sekarang. Yang aku heranin, kok bisa ya reruntuhan yang batunya sudah banyak hilang itu bisa dibangun kembali tanpa ada model atau blue print apapun??! Kayak disuruh bikin puzzle tanpa dikasih gambar masternya wkwk. Salut buat para arkeolog di dunia ini.


Besoknya, jadwal kami masih kosong. Abis sarapan, kita kayak "gabut nih, ikut lava tour merapi kali ya?" wkwk. Karena jarak rumah kami ke Merapi nggak jauh-jauh amat, yaudah let's goo. Sebenernya aku juga sudah pernah mencoba tur merapi sebelumnya, tapi kan kalo sama sepupu belom haha.
 
Jadi di Lava Tour Merapi ini kita diajak berkeliling Gunung Merapi dengan naik Jeep. Kita bakal diantar ke tempat-tempat peninggalan erupsi Merapi, rumah Mbah Maridjan, spot foto pemandangan dari atas gunung, wisata air, dan banyak lagi. Ada banyak pilihan rutenya, jadi kalian bisa pilih sesuai budget dan durasi yang kalian mau.


Yang paling seru sih sudah jelas main airnya ya wkwk. Kita dibawa ngebut menyeberangi sungai sampai baju dan sepatu kami basah semua. Sayangnya kemarin kemarau jadi airnya nggak terlalu banyak, tapi tetep seru siih.




Oh iya aku juga sempet mampir ke Lost Castle World. Aku dan sepupu-sepupuku nyobain wahana gledekan atau semacam mobil mainan gitu. Cara nyetirnya beda dengan mobil pada umumnya. Jadi ada semacam tuas di sisi kanan dan kiri, ketika mau belok kiri kita tarik tuas kiri (begitu juga sebaliknya), dan kalau mau rem kita tarik kedua tuasnya.

Kelihatannya sih gampang ya, tapi begitu udah meluncur laju aku suka panik kebingungan mau narik tuas yang mana wkwk. Ternyata yang bingung nggak cuma aku. Tasya yang harusnya di belakangku tiba-tiba hilang gak terdengar suaranya. Nggak beberapa lama, dia muncul sambil ketawa ngakak karena ternyata dia abis nabrak pas tikungan wkwkwk. Bisa-bisanya main mobil-mobilan pun nabrak 😂



Liburan kali ini aku juga sempat mampir ke Solo walaupun cuma sebentar. Karena kebetulan orang tua mau belanja ke Solo, aku janjian lah dengan Meily yang juga tinggal di Solo. Itu adalah pertama kalinya aku naik KRL! Murah bet cuma 8 rebuuu. Walaupun ga dapet tempat duduk, tapi keretanya adem dan nyaman. Ga sadar sejam berdiri, eh tau-tau udah nyampe Solo aja. 

Aku dijemput Meily di stasiun Solo Balapan, lalu diajak kulineran di Pasar Gede. Bayanganku kalo kulineran di pasar ya makanan tradisional, jajanan pasar gitu. Begitu kami naik ke pasar lantai 2, kami ambil nomer antrian dan pilih menu. Buseett, menunya bahasa inggris semua dengan nama-nama yang nggak aku mengerti 🤣 

Nama restorannya The French Press (TFP). Unik banget ada western food di tengah-tengah pasar tradisional. Konsepnya menarik sih, jadi semua kalangan bisa dateng santai tanpa harus berpenampilan fancy. Letaknya yang berada di tengah-tengah pasar juga memudahkan pemiliknya buat dapetin bahan-bahan fresh dan murah.

Kata meily, pemiliknya adalah chef indo yang kerja di Inggris. Yang keren, di sini menu brunch dan dinner-nya beda. Dan juga, menunya berganti-ganti tiap hari. Dijamin nggak bosen deh kalo kesini. Tapi kalian harus kuat antri karena di sini antrinya gila banget. Baru sejam buka, kami udah dapet antrian ke-99 🥲 Akhirnya kami tinggal jalan-jalan di sekitar pasar sembari menunggu.

Dan kalo kubilang pelayanannya lumayan satset sih. Jadi begitu nomor antrian kita dipanggil, mereka yang bakal mencarikan tempat duduk (karena beneran penuh buanget ges di sana), kita pesen di meja, lalu bayar di kasir, dan nggak lama makanannya udah dateng. Walaupun nggak bisa dibilang ramah-ramah banget, tapi ya gabisa berharap banyak juga karena ini di pasar, bukan resto bintang 5.


Aku pilih menu Buttermilk fried chicken with macaroni and cheese. Serius uenakkk! Ayamnya sih paling juara. Ayamnya tuh gede, batter-nya crunchy dan berasa, dagingnya empuk dan juicy banget. Saladnya juga enaak, warnanya meriah, dan rasanya gurih manis asin asem berpadu jadi satu. Porsinya juga guedee. Worth it sama harganya.

Kalo masih belum kenyang, tenang, ada warung dimsum dan nasi liwet yang nggak kalah terkenalnya. Tapi ya gitu, harus sabar mengantri di tengah panas dan sumpeknya Pasar Gede wkwk.

Selain The French Press, aku diajak nyobain es dawet (ini juga nggak kalah ramenya wkwkw). Lalu jalan-jalan beli jajan tradisional, beli intip, teh oplos, dan beli lekker. Ternyata seru juga yaa mengulik pasar!


Maacii mba me!

Sayangnya kita nggak bisa lama-lama karena Meily masuk kerja siang, dan aku pun harus segera balik ke Jogja. Terima kasih banyak jamuannya Mba Me dan Mas Fuad! Semoga bisa segera ketemu lagi dan bisa eksplor keindahan kota Solo lebih lama lagi.


Hari Minggu, setelah jadwal rombongan udah mulai kosong, aku mencoba ikut free walking tour

Mengikuti walking tour sudah menjadi wishlist-ku beberapa tahun belakangan ini semenjak baca buku The Naked Traveler. Aku tertarik dengan walking tour karena durasinya yang singkat, bayarnya nggak dipatok harga (pay as you wish), dan biasanya dibentuk oleh komunitas lokal daerah tersebut. Aku baru tahu, ternyata walking tour juga ada di beberapa kota di Indonesia. Dan mumpung aku di Jogja, aku daftar deh.

Aku bukan pecinta sejarah, tapi rasanya menarik untuk mengetahui cerita di balik bangunan yang berdiri sekarang. Aku udah berkali-kali ke tempat bersejarah di Jogja tersebut namun belum pernah tahu ada sejarah apa di baliknya. Aku yakin, tempat-tempat indah kayak Prambanan, Tugu Jogja, Malioboro, dll itu pasti punya cerita yang lebih bermakna daripada sekedar tempat foto-foto semata.

Dan aku baru tahu, ternyata walking tour termasuk bagian dari sustainable tourism, lho! Jadi sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan adalah pengembangan konsep wisata yang bisa memberikan dampak jangka panjang, baik terhadap lingkungan, sosial, budaya, serta ekonomi untuk saat ini dan masa depan bagi warga lokal maupun wisatawan yang datang.

Aku ikut walking tour dari Jogja Good Guide (@Joggoodguide) dan memilih rute Toegoe En Omstreken. Nggak ada dasar apa-apa sih memilih rute ini, cuma kebetulan jadwal yang pas ini aja wkwk. Total yang ikut ada lima orang lokal (aku tuh excited banget pengin segrup bareng bule tapi sayangnya bulenya cancel wkwk sad). Ada yang ikut buat penelitian skripsi, ada yang lama tinggal di Jogja dan pengin nyoba ikut tur ini, dan ada yang hobi banget ikut walking tour. Mereka justru kebanyakan warga lokal Jogja lho, bukan turis macam aku wkwk.

Tur dimulai dari Pasar Kranggan, sebelah barat laut dari Tugu Jogja. Kami diajak berkeliling di dalam pasar, lalu ke Klenteng Poncowinatan, lalu lanjut ke tugu, lalu masuk ke Jalan Margo Utomo dan blusukan ke dalam gang-gang sempit di belakang gedung angker, terakhir ditutup dengan jajan lupis di pinggir jalan. Di akhir sesi juga diadain kuis seru-seruan berhadiah postcard. Alhamdulillah menang hihi. Seruuu!



Dapet postcard kece bikinan Mas Age

Informasinya tuh nggak melulu soal sejarah Jogja. Kadang, mereka juga cerita hal-hal ringan yang terjadi belakangan ini, kayak kondisi kafe-kafe sekitaran tugu, kasus korupsi di BHS, dan hal-hal yang lagi happening di Jogja.

I highly recommend this kind of tour! Tur ini tuh menurutkut membumi banget. Berbeda dengan tour biasanya yang identik ke tempat yang touristy banget, dengan walking tour kita diajak ke tempat sederhana namun menyimpan banyak cerita. Kita bener-bener diajak down to earth karena kita berkeliling jalan kaki, melewati jalan setapak kecil, dan banyak diajak berinteraksi dengan warga lokal. Aku jadi bisa melihat sisi lain dari Jogja. Udah gitu, guide-nya juga antusias menjelaskan dan kami pun mudah akrab karena grupnya kecil dan kebanyakan sebaya.


Intermezzo sedikit ya. Sewaktu tour kami juga ngobrol dan kenalan satu sama lain. Jujur aku males kalo ditanya umur berapa atau kerja di mana. Jadi aku selalu jawab aja "baru lulus". Definisi baru kan relatif, hehe. 

Setelah aku jawab itu, ternyata dia menjawab "Mau lanjut dimana? Di Jogja ajaa. Tempat kuliah banyak, makanan juga murah-murah. Kamu umur berapa sih? 17? 18?" Ternyata aku disangka baru lulus SMA wkwk. Tapi aku seneng sih kalo ada yang nyangka aku masih sekolah. Berarti aku masih cocok jadi bocah wkwk. Aku berjejer dengan sepupuku yang masih SMP dan SMA aja masih kelihatan seumuran 🤣

Dan sebelum aku menjawab umurku yang sebenernya, alhamdulillah kami udah keburu diajak ngobrol dengan guide kami jadi obrolan tadi terhenti hehe.

Grup kami kemarin terbilang cukup kecil. Mungkin kalo lebih rame lagi bakal lebih seru deh. Kalau ada waktu lagi, aku pengin banget nyobain rute lain. Semoga bisa menamatkan rute-rute lainnya di kota-kota lainnya juga hihi.


Selain destinasi yang aku ceritakan di atas, kami juga mampir ke Malioboro, Heha Sky View, ngemall, dan nyobain kuliner di berbagai tempat. Di sini pertama kalinya Tasya dan Zaki nyobain nasi gudeg. They didn't approve, aneh katanya wkwkw. Yaa aku paham sih. Makanan Sumatera sangat kaya rempah dan didominasi rasa pedas, sedangkan makanan Jogja cenderung manis manis. Mungkin mereka heran makan nasi kok lauknya manis?!

Setelah puas jalan-jalan di Jogja, akhirnya hari Rabu kami melanjutkan perjalanan ke Medan. Keluarga Bu Na ngga ikut ke Medan, melainkan pulang ke Dumai lewat Pekanbaru. Kami berpisah di bandara Yogyakarta. Sediih banget, tapi seneng juga karena sudah menghabiskan waktu bersama setelah belasan tahun nggak ketemu.

Makasih banyak Bu Na, Tasya, dan Zaki udah mau nemenin jalan-jalan di Jogja! Semoga nanti kami bisa gantian main ke Dumai hihi. Sukses kuliahnya yaa, Tasya! 🥰

see u! 🫶🏻

Perjalanan ke Medan ada aja cobaannya. Lagi-lagi, kami hampir ketinggalan pesawat wkwk (12 tahun lalu pun kami hampir ketinggalan pesawat). Pesawat pertama kami menuju Jakarta delay 1,5 jam. Alhasil, begitu pesawatnya sampe di Jakarta, pesawat kedua kami ke Medan udah boarding.

Waktu baggage claim kami sampe didatengin petugasnya, disuruh lari secepat mungkin ke pesawat. "Udah pak naik aja dulu ke pesawat. Nanti bagasinya nyusul di penerbangan berikutnya". Wkwk baru kali ini loh aku naik pesawat tapi bagasinya nyusul di pesawat berikutnya. 

Sesampainya di Kualanamu, kami nunggu kakak yang datang dari Palangkaraya sambil nunggu pesawat bagasi kami yang baru dateng jam 8 malem. Kemudian kami lanjutkan perjalanan ke Medan naik kereta bandara. Tiket kereta bandara ke stasiun Medan dibanderol dengan harga 70 ribu per orang, dengan durasi 38 menit.

Ini adalah kali pertama aku nyobain kereta bandara. Wuiihhh, ini adalah kereta ter-smooth yang pernah aku naikin! Keretanya hampir sama sekali nggak bergoyang dan nggak bersuara! Dan karena ini kereta bandara, disediain kompartemen buat nyimpen koper dan bawaan kita. Aslii nyaman banget. Mungkin kalo siang bakal lebih asik ya, karena bisa sambil lihat pemandangan kota Medan.

Jadi penasaran, MRT di Jakarta apa begini juga ya?



Well finally, hello Medan! It's good to see you again. Aku terakhir kali ke Medan tahun 2016, tujuh tahun lalu. Itu pun nggak masuk ke dalam memoriku karena aku cuma dua hari di sana. Aku nggak sempet ketemu siapa-siapa (kecuali nenek) karena semuanya sekolah dan kerja.

Perjalanan ke Medan yang paling kuingat adalah tahun 2011 silam karena semua anak dan cucu nenek dateng ke Medan, lalu kami jalan-jalan ke Danau Toba. Yap dua belas tahun lalu. Itu adalah terakhir kali aku bertemu sepupu-sepupuku yang masih cilik (ya aku juga cilik sih). Alhamdulillah tahun ini diberi kesempatan buat berkunjung lagi ke kota ini.

Throwback Rasyid-Fachri-Adzra-Zaki 12 tahun yang lalu

Dua kata yang mendeskripsikan Medan: panas dan barbar. Astaga, cuacanya entah kenapa panas banget dan jalanan penuh dengan pengendara barbar. Heran banget lihat orang-orang terobos lampu merah, nggak pake helm (padahal di kota!), dan klakson dimana-mana. Aku yang lemah ini nggak akan kuat tinggal lama-lama di Medan. Memang bener, Medan itu keras bung. Wkwkw.

Hari pertamaku di Medan dimulai dengan Sholat Eid dan lebaran di rumah nenek. Yang nggak ketinggalan tiap lebaran: Lontong Medan! Bener-bener di tiap rumah disuguhinnya lontong Medan semua wkwk. Tapi enak sih hehe.

Berbahagialah para pecinta pedas karena di sini hampir semua makanannya pedas. Kalo level pedesmu cupu, jangan berani-berani request pedes karena takutnya dikira nantangin wkwk.



Di hari Sabtu, kami ber-12 pergi jalan-jalan ke Danau Toba. Perjalanan untuk sampai ke Parapat, kelurahan tempat akses ke Danau Toba, menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam. Setelah itu kita menyebrang ke Pulau Samosir naik kapal ferry. 

Ini pertama kalinya aku naik kapal ferry buat nyebrang ke Samosir. Biasanya, kami cuma naik kapal kecil karena kami nggak pernah bawa mobil ke Samosir. Tapi karena kali ini kami nginep di pulau, mau nggak mau mobilnya juga kita bawa pake ferry.
 
mampir mam siang sebelum nyebrang



Pemandangan Danau Toba dari manapun selalu mempesona. Hamparan air yang luaasss dan tenang, di kelilingi lanskap pegunungan yang tinggi, serta diselimuti udara sejuk nan menenangkan. Danau Toba terbilang cukup unik karena letaknya yang berada di area pegunungan, dan di tengah danaunya terdapat pulau yakni Pulau Samosir.

FYI, danau toba itu luaaasss banget. Walaupun cuma danau, but It's frickin' huge. Sebagai perbandingan, Danau Toba itu masih jauh lebih luas dari Singapura! Jadi bayangin aja Singapura tapi isinya air semua wkwk. Atau perbandingan lain, kalau kalian melakukan perjalanan Bontang-Balikpapan (kurang lebih 6 jam perjalanan), percayalah kalian belum ada setengahnya mengelilingi danau Toba.

Saking luasnya, kami sering salah menyebutkan sebagai laut karena terlihat tidak berujung. Nggak jarang kami bisa melihat garis cakrawala di ujung danau.

Kami menginap di RedDoorz di daerah Tuk Tuk, Samosir. Hotelnya terletak persis di pinggir danau sehingga kita bisa langsung nyemplung dan berenang (kalo mau, tapi kami engga). Pemandangan sunset dan sunrise-nya pun luar biasa. Tapi karena ini hotel murah, ada aja "keunikannya" tiap kamar. Dari lima kamar yang kami pake, ada yang kamarnya luas sendiri, ada yang nggak bisa dikunci, ada yang showernya lepas, ada yang wc nya nggak bisa di-flush. Lucu lucu pokoknya wkwk. Kita sih terima aja karena cuma semalem dan yang penting bisa buat tidur.

Kami menghabiskan sore di depan hotel sambil foto-foto dan menikmati sunset. 











Malamnya, kami keliling naik mobil buat nyari makan malam. Karena mayoritas penduduk dan turis di sini non-muslim, kami lumayan susah nyari restoran yang nggak memajang menu babi di restonya wkwk. Restoran kebanyakan didominasi oleh restoran batak dan restoran chinese. Banyak juga yang memajang menu "BPK", namun jangan terkecoh karena itu singkatan dari Babi Panggang Karo, makanan khas tanah Karo.

Agak lama berkeliling, akhirnya kami berhenti di sebuah restoran muslim kecil. Menunya standar lah seperti nasi campur, lontong sayur, nasi uduk, nasi goreng, indomie, tapi lumayan buat mengganjal perut 😋

Besok paginya, kami sarapan lalu melanjutkan perjalanan. Kali ini kita nggak naik kapal ferry, melainkan mencoba rute baru lewat jembatan Aek Tano Ponggol yang menghubungkan Pulau Samosir dengan daratan Sumatera.
Jembatan Aek Tano Ponggol

Pemandangan dari jembatan

Kami mampir ke Taman Simalem buat istirahat sambil menikmati pemandangan. Kompleks Taman Simalem itu luas banget, namun kami nggak sempet ngeksplor semuanya karena harus buru-buru melanjutkan perjalanan ke Brastagi. 

Di Brastagi pun kami nggak berlama-lama. Kami cuma ke pasar buah, makan malem, lalu lanjut pulang. Kami mengejar waktu karena takut terjebak macet arus balik cuti bersama wkwk.

Taman Simalem

View Dantob dari Taman Simalem

Pasar Buah Brastagi. Buahnya unik unik!


Namun apa mau dikata, kami tetep aja terjebak macet wkwk.

Macet yang awalnya padat merayap, tiba-tiba berubah menjadi macet total karena banyak orang nggak sabar dan memotong antrian. Aku baru pertama kali ini ngerasain macet sampe motor pun nggak bisa bergerak. Kok bisa-bisanya ya orang berani nyerobot antrian dan ngambil jalur seberang sampe mobil di seberang nggak bisa lewat. Udah gitu ditambah suara klakson sana-sini. Sadar ga sih ini macet juga gara-gara kalian yang nyerobot jalan?! Mbok ya sabar sedikit 🫠


Saking nggak bisa jalan, driver kami sampe matikan mesin mobil dan rokokan di luar bareng driver-driver lain wkwk. Kami para penumpang sih dibawa hepi aja sambil nyemil dan asik nontonin kemacetan wkwk.

Baru lah 1,5 jam kemudian polisi datang dan mengurai sumber kemacetan, mobil akhirnya bisa jalan sedikit-sedikit walaupun masih macet parah. Perjalanan yang harusnya cuma 2 jam itu jadi molor hingga 7 jam. Kami sampai rumah nenek jam 1 malam, dan langsung tepar kecapekan. But it was a really fun trip!


Besoknya,  kami main ke PRSU atau Pekan Raya Sumatera Utara. PRSU merupakan agenda rutin tahunan yang dilaksanakan pemprov Sumut. Setelah tiga tahun ditiadakan akibat pandemi covid-19, akhirnya tahun ini PRSU kembali digelar. PRSU atau biasa juga disebut Medan Fair ini diadakan selama sebulan, dan bertepatan bulan Juli ini Medan berulang tahun ke-433.

Isinya macam-macam sih. Ada anjungan dan pameran budaya dari tiap kota/kabupaten di Sumatera Utara, ada tenant makanan dan minuman, dan ada konser musisi nasional juga tiap weekend (tapi kami nggak kebagian artis karena kami dateng pas weekday wkwk)



Wkwk gemoyy


Wisata berikutnya adalah: ngemall 😆

Asli, cuaca di Medan yang panas membara itu memang cuma bisa disembuhkan dengan ngadem di mall wkwk. Untungnya Adzra dan Dinda selaku tuan rumah berbaik hati ngajak kami keliling di berbagai mall. Kami juga mampir ke MTCH a.k.a Matcha Bar, kafe yang isinya matcha semua. Pahit pahit enak. Tapi abis itu kita kayak "udah cukup lah abis ini kita nggak minum matcha lagi sebulan" wkwkw.

Sobat boboku 💕

Kalo kalian penggemar matcha, kalian harus coba kafe ini!!

Mirror selfie sekampung


secuil foto makanan selama perjalanan kemarin

Sebenernya aku pengin banget mendokumentasikan semua hal di perjalanan ini. Tapi suka takut buat "menodongkan" hape karena: 1) Takut ganggu privasi orang, 2) Keliatan turis banget, dan 3) Khususon di Medan: takut dijambret 😅 Bener-bener di Medan tuh diingetin tiap menit, "barang bawaannya dijaga yaa" "hapenya simpen aja kak" "di tempat umum gausah buka hape". Bahkan aku naruh hp di meja aja langsung ditegur "Ya Allah mba simpen hapenya. Ini Medan!" wkwkw.

Padahal banyak banget hal yang pengin aku dokumentasikan, dan biasanya itu adalah tempat ramai. Jadilah tiap aku foto atau merekam di tempat umum, hapenya aku genggam sekuat tenaga lalu foto secepat kilat. Abis foto langsung masukin tas dan tasnya kupeluk sampe pulang wkwk.


Akhirnya perjalanan kami usai juga. Hari Kamis dini hari, kami berpamitan dan berangkat ke bandara Kualanamu. Berat sekali rasanya harus meninggalkan Medan dan segala ceritanya. Namun di satu sisi aku nggak henti-hentinya bersyukur masih diberi kesempatan buat mampir ke kota ini, bertemu keluarga besar setelah sekian lama.

Selama ini aku nggak pernah tahu rasanya punya sodara. Aku jarang banget ketemu sodara, soalnya keluargaku beda pulau sendiri dibanding keluarga besar yang kebanyakan masih sepulau. Ketemu paling cuma sebentar, itu pun beberapa tahun sekali. Keluargaku udah bener-bener terbiasa sendirian sampe aku sering mempertanyakan "apa itu sodara?". Bahkan kalau lebaran, aku selalu memilih lebaran di Bontang bareng temen sekolah dan tetangga dibandingkan harus lebaran bareng sodara yang mungkin aku pun nggak seberapa kenal.

Namun setelah perjalanan Jogja-Medan yang banyak menghabiskan waktu dengan sepupu-sepupuku ini, aku jadi berpikir. Ternyata menyenangkan juga ya punya sodara? WKWK. Aku bersyukur sekali bisa dipertemukan dengan sepupu, saudara, dan keluarga besar Medan.

Hubungan sama sodara itu unik menurutku. Kayak ada orang lain yang tiba-tiba tinggal bareng, tapi bisa langsung akrab dan nggak ada jaim-jaimnya. Kami berbeda usia, beda sekolah, beda kota, beda hobi, bahkan beda logat, dan nggak pernah ketemu belasan tahun, tapi kami disambut dengan hangat sekali.

Apalagi kalo kita ngomong rasanya lucu aja gitu. Mereka dengan logat Sumatera yang kental, aku dengan logat Bontang, kemudian diselingi bahasa jawa dari orang tua kita. Kayak "Lho kok kita bisa nyambung?" wkwk.

Throwback 20 tahun yang lalu 🤍

Liburan bareng sodara kali ini menambah warna baru dalam liburan ini. Seruu! Di Jogja, walaupun ke tempat yang itu lagi itu lagi, tapi rasanya jadi lebih asik. Kami jadi punya sudut pandang baru dan cerita yang baru juga. Kami punya lebih banyak hal untuk ditertawai. Di Medan pun sama. Kota yang "asing" ini bisa menjadi begitu hangatnya karena sambutan mereka. Waktu mereka cerita tentang asiknya kumpul lebaran kemarin, astaga rasanya ngiri berat pengin ikutt wkwk.

Lebaran kemarin cucu nenek foto studio, kami anak bontang aja yang ga ikut 😭

Sehat selalu nek, sehat selalu semuanya! Makasih Tasya, Zaki, Dinda, Adzra, Ashika sudah meramaikan liburan kali ini. Semoga kita bisa segera ketemu lagi dan jalan-jalan bareng lagii. Dan semoga cucu nenek bisa kumpul lagi full-team di Medan wkwk.

Seperti yang kubilang di awal, liburan ini walaupun rutenya masih sama, namun aku menemukan banyak cerita baru. Aku mengeksplor hal-hal yang aku suka. Aku mengenal Jogja lebih dalam. Aku jadi tahu apa itu saudara.


Comments

Post a Comment

Apa pendapat kamu? Yuk sharing! :)