The Midnight Library

Kalau saja nanti setelah kita mati kita diberi kesempatan untuk hidup kembali, mengubah pilihan hidup kita untuk menebus penyesalan masa lalu, maka hal apa yang ingin kalian ubah?

Simpan jawaban kalian. Sekarang aku ingin bercerita tentang novel The Midnight Library.


Perkenalkan, ini adalah buku The Midnight Library karya Matt Haig.

Berlatar belakang di Bedford, England, novel The Midnight Library bercerita tentang satu tokoh perempuan paruh baya yang hidup dengan malang. Ia adalah Nora Seed. Ia hidup sendiri, kerja di toko alat musik sederhana, jauh dari orang-orang tersayang, dan jauh dari kata bahagia. 

Sejak kecil Nora berbakat dalam banyak hal, namun semakin dewasa ia tumbuh tanpa menjadi apa-apa, semakin jauh dari mimpi-mimpinya. Hidupnya cukup kelam, apalagi ia selalu dibayang-bayangi penyesalan di masa lalu. "Andai dulu aku menikah dengan Dan. Andai dulu aku nggak menyerah, aku pasti bisa ikut olimpiade renang. Andai dulu aku jadi ahli glasiologi. Andai dulu aku ke Australia bersama Izzy"

Hari-hari terakhirnya lebih berat lagi. Kucing kesayangan satu-satunya mati, ia dipecat dari pekerjaannya, ia kehilangan murid les pianonya, dan banyak kejadian malang menimpa hidupnya. Penyesalan selalu datang, sampai akhirnya dia memutuskan untuk "pergi" karena merasa dunia akan lebih baik tanpanya.

Lalu di sini menariknya.

Alih-alih mati, ia justru mendapati dirinya terbangun dalam sebuah perpustakaan raksasa. Ia tidak sedang mati, tidak sedang hidup, tidak juga dalam mimpi. Ia berada di perpustakaan tengah malam a.k.a the Midnight Library.

Perpustakaan yang ditemui Nora berbeda dengan perpustakaan pada umumnya. Semua buku di sana merupakan peluang hidup Nora. Nora diberi kesempatan untuk menebus penyesalannya dengan memilih kehidupan yang lebih baik.

Di sini lah perjalanan dimulai. Buku ini akan mengajak kita berkeliling mulai dari alam nyata hingga alam di luar nalar. 

Buku ini brilian. Semuanya ditulis dengan indah dan mengalir. Alur dan ide yang diceritakan cukup jelas, tidak kurang dan tidak berlebih-lebihan, sehingga aku yang membacanya jadi ikut hanyut dalam dunia Nora.

Prolog tentang hari-hari terakhir Nora di dunia itu benar-benar membuatku ikut tersayat ketika membacanya. Sedih sekali membayangan seorang Nora kala itu. Kepiawaian Matt Haig dalam merangkai cerita pedih itu sepertinya terkait dengan latar belakangnya yang memiliki mental issues dan juga pernah mencoba mengakhiri hidupnya.

Dalam cerita, kehidupan kita digambarkan sebagai pohon. The tree of life. Pilihan-pilihan kecil dalam hidup akan menghasilkan "cabang" kehidupan yang berbeda pula. Ada berjuta-juta kemungkinan kehidupan yang bisa dialami Nora. You're always one decision away from a totally different life.

Setiap sisi ceritanya benar-benar tidak bisa diprediksi. Dalam ceritanya, Nora mencoba berbagai kehidupan. Dia mencoba kehidupan di mana dia menjadi atlet olimpiade renang, dia menjadi rockstar, dia menjadi pembicara TED talks, dia menjelajah ke Svalbard, dan banyak lagi. Sekilas terkesan monoton karena dia "hanya" berputar-putar di dunia pilihannya, mencoba satu demi satu. Tapi aku salut banget Matt Haig bisa membuat masing-masingnya menarik dan penuh makna.

Pelajaran hidup di buku ini ada banget! Secara, buku ini bercerita tentang kehidupan dan kematian (dan di antaranya). Buku ini banyak menyinggung tentang filosofi, sehingga banyak hal yang bisa direnungkan dari cerita ini.

Di tengah quarter life crisis ataupun mid-life crisis kita saat ini, kisah Nora sedikit banyak menggambarkan kita juga. Kisahnya memberi kita pandangan baru, dan pelajaran baru juga. Buku ini banyak mengajarkan kita tentang true self-acceptance, and how to deal with regrets. Bagaimana kita bisa menerima segala kesalahan dan penyesalan, serta menerima diri kita sendiri sepenuhnya. Bagaimana kita bisa menghargai sebuah nyawa. Di tengah keputus-asaan Nora kala itu, dia mengajarkan bagaimana hidup bisa benar-benar terasa berharga.

Kita juga diajarkan untuk memahami ketidaksempurnaan. Percayalah, nggak ada hidup yang sempurna. Sebaik-baiknya hidup di luar sana, hidup yang paling baik adalah hidup yang sedang kita jalani sekarang.

Aku suka sekali kalimat yang selalu diucapkan Ms. Elm pada Nora: ‘Never underestimate the big importance of small things’ Kalimat itu lah yang banyak membuka hati dan pikiran Nora dalam memahami hidupnya.

Lalu akhirnya apakah Nora berhasil menemukan kehidupan yang lebih baik? Sebaiknya kalian baca sendiri aja karena endingnya cukup menarik.

Intinya, aku rekomen banget buku ini! Setelah berhari-hari aku "hunting" novel, aku bersyukur sekali bisa nemuin The Midnight Library. And I just fell in love since the first page! Aku jadi nggak sabar untuk baca buku-buku lain dari Matt Haig! :))

Maaf kalo review kali ini bahasanya campur aduk, karena bukunya memang berbahasa Inggris. Kalau kuartikan semua secara harfiah ke Indonesia, feel-nya jadi kurang dan rasanya aku malah merusak diksi indah dari Matt Haig.

Untuk temen-temen yang ngaku gabisa basa enggress, tenang aja, buku ini gampang banget untuk dibaca. Latar cerita dan pemilihan katanya sederhana walaupun sebenernya ceritanya lumayan dalem. Bisa kalian baca ketika senggang di rumah, atau pas ngabuburit (karena ntar lagi puasa, yay!), tapi lebih asik ketika kalian punya banyak waktu kosong dan bisa menyelesaikan dalam sekali baca. Dijamin kalian bakal ikut berandai-andai, "aku mau mengulang hidupku dari mana ya?" wkwk

Dan karena buku ini rilis pada September 2020 tepat ketika pandemi, Matt Haig mendedikasikan buku ini untuk para tenaga kesehatan. Aaw, the book is so touching even just from the beginning :"

"To all the health workers. 
And the care workers. 
Thank you."

Terima kasih Matt Haig! Sangat excited untuk baca karya-karyamu yang lain :))

Comments