Quarantine #DayWhatever


Melanjutkan cerita kemarin tentang virus covid-19, aku mau bilang: yes, it's getting worse.

Status darurat bencana diperpanjang, kegiatan WFH dan learning from home juga diperpanjang entah sampai kapan, PSBB mulai diterapkan di berbagai kota, tempat wisata dan toko-toko mulai tutup, serta pasar dan tempat perbelanjaan dibatasi jam bukanya.

Aku? Dengan keadaan menggantung sekarang ini tentu nggak bisa berbuat banyak. Mau konsul online, gatau apa yang mau dikonsulin (logbook dari jaman prasejarah belum kelar, tapi gua nya sambat doang gak pernah dikerjain wkwk). Mau cari ttd, dosen-dosen nggak ada di kampus. Mau pulang, nanggung urusan belum kelar.

Awal-awal #dirumahaja aku lumayan hepi karena rebahan adalah passionku sejak dulu. Selain itu, aku berusaha karantina diri karena sadar diri abis berpergian dari luar kota yang berstatus redzone.

Alhamdulillah aku masih termasuk orang yang memiliki privilege untuk stay di rumah. Aku nggak harus bekerja keluar, aku masih bisa katering sehingga nggak perlu sering-sering keluar (masih bisa nge-gofood juga), dan aku masih bisa duduk manis di kos yang nyaman. Kesempatan emas ini tentu aku maksimalkan dengan nggak keluar rumah.



Aku dan keluargaku percaya kita pasti bisa melewati pandemi ini. Di saat teman-teman lain memutuskan untuk pulang kampung, aku justru nggak dibolehin pulang. Saat itu aku masih sangat percaya diri kalo aku pasti bisa bertahan sampai virus ini mereda. Kalau semua rakyat Indonesia kooperatif, pandemi ini pasti bisa ditangani dengan efisien.

14 hari setelah himbauan #dirumahaja dikeluarkan, keadaan semakin buruk. Pemerintah mulai mengeluarkan segala macam peraturan. Kondisi makin nggak menentu, nasibku di sini juga semakin menentu. Orang tua yang awalnya optimis jadi skeptis.


Minggu kemarin adalah minggu yang lumayan berat. Mau pulang, tapi urusannya panjang. Banyak rute-rute yang sudah mulai ditutup, penjagaan yang makin ketat, dan orang tua juga khawatir di jalan kenapa-napa. Yang paling aku takutin adalah kalo aku nggak sengaja membawa virus itu ke Bontang, terutama ke keluargaku. Perjalanan pulang melewati banyak keramaian seperti di travel, pesawat, dan bandara. Bukan nggak mungkin kalo kita membawa virus dari tempat-tempat tadi.

Tapi kalo nggak pulang, aku takut kondisi makin susah. Terlebih lagi, di saat orang tua dan kakak adikku berkumpul di Bontang, cuma aku anak perempuan yang "terjebak" di luar pulau. Gimana orang tua nggak khawatir? Wkwk.

Aku banyak konsul dengan teman-teman, dan mereka ngasih banyak gambaran dan sudut pandang lain tentang kondisi ini. Fix saya pun makin dilema :') Kalian kudu tau gimana stresnya aku di saat-saat kayak gitu wkwk. Ditambah lagi kondisiku waktu itu belum fit banget karena abis sakit. Badan rasanya panas dingin ngebayangin apa yang bakal terjadi minggu-minggu ke depan.

Dan di malam yang tenang waktu itu, tiba-tiba mama ngechat, "Mbak, pulang sebelum tanggal 5 april bisa?"

Hmm pusingnya khan maen.

Aku langsung mengurus segala macem kebutuhan buat perjalanan pulang. Sempet beli stok obat juga dan hand sanitizer yang harganya naik haji. Di sisa hariku di Jember, pokoknya aku berusaha gimana caranya aku bisa sehat sebelum tanggal 4 April wkwk. Hana dan orang tuaku bolak-balik menasihati "Pokoknya jangan sampe sakit di perjalanan. Urusannya panjang"

Akhirnya hari-H tiba. Aku dan Kirom carter travel ke Surabaya pukul 3 pagi. Kami berusaha menghindari berlama-lama di tempat keramaian. Tiba di bandara, sebelum masuk ruang check-in kami dicek suhu badan dan harus ngelewatin disinfection chamber. It's my first time exprerience! Lumayan deg-degan tapi excited sih haha. Setelah itu kita check-in seperti biasa, dan diberikan kartu kuning. Oh iya, setiap antrian diberi tanda untuk jaga jarak satu meter.

Mau masuk ke ruang tunggu, kita dicek lagi. Di ruang tunggu kursinya ditandai selang-seling, jadi nggak boleh ada yang duduk berdekatan.


Oh iya, mau cerita sedikit tentang kartu kuning yang diberikan waktu check-in tadi. Jadi itu adalah Kartu Kewaspadaan Kesehatan yang dibagiin dari Kementerian Kesehatan RI. Isiannya tentang identitas diri, asal dan tujuan perjalanan, riwayat perjalanan selama 14 hari sebelumnya, dan keluhan/gejala yang sekarang sedang dialami.

Kalo melakukan perjalanan jarak jauh, kita wajib mengisi kartu itu. Nanti setengahnya akan dirobek dan disimpan petugas, lalu setengahnya lagi wajib kita bawa/simpan. Apabila selama 14 hari ke depan ada gejala maka wajib bawa kartu kuning itu kalo mau berobat.

Di pesawat, (kalo aku nggak salah memperhatikan) duduknya juga diselang-seling. Jadi, kursi tengah diusahakan dikosongin. Yang unik waktu setelah mendarat adalah kita WAJIB cuci tangan sebelum masuk ruang kedatangan di bandara. Iya, bener-bener wajib. Kalo belum cuci tangan nggak boleh masuk.

Semua penumpang wajib cuci tangan. Keren sih, tapi sayang physical distancing masih kurang ditaati

Setelah masuk kita dicek suhu segala macem, menyerahkan kartu kuning tadi, sambil ditanyai beberapa hal dan dibriefing singkat tentang protokol yang harus dilakukan ketika pulang ke rumah.
Lalu kita melanjutkan perjalanan ke Bontang naik taksi. Waktu kita datang, pemkot Bontang belum melakukan pengecekan dan pembatasan akses keluar masuk Bontang. Sejak 7 April kemarin pengecekan di tugu selamat datang udah mulai dilaksanakan, cmiiw.

Ketika udah selamat sampe Bontang, bukan berarti urusan covid-19 beres. Aku masih harus dikarantina 14 hari di tempat tersendiri, jauh dari keluargaku. Iya, literally karantina sendirian. Aku disewakan kos-kosan selama 14 hari di gang dekat rumah. Begitu sampai kos-kosan, ayahku udah nunggu sambil siap segala macem peralatan sanitasi wkwk. Koperku, tasku, baju, dan semua barang bawaanku disemprot desinfektan. Kami sama sekali nggak kontak fisik, boro-boro kami aja saling jaga jarak 2 meter kali yak. Aku langsung disuruh mandi dan bebersih diri, kemudian orang tuaku pulang.

Sebelum aku dateng, ayahku sudah lapor Call Center covid-19 dari dinkes, lapor RT/kelurahan, lapor ke bapak kos lalu bapak kos lapor ke RT setempat, dan lapor crisis center perusahaan. Jadi kedatanganku gak ilegal ya gaes, wkwk.

Ayahku juga ngasih form untuk memonitoring kesehatanku selama 14 hari karantina mandiri. Sehari sekali orang tua atau adek datang mengantar makanan. Biasanya sih cuma dateng, naruh makanan di meja, lalu langsung pamit pulang. Sampai sekarang kami sama sekali belum kontak fisik.


Kerjaanku selama karantina? Makan, tidur, dan nonton youtube :)) Kadang nonton tv dan olahraga sekedarnya. Mau ngobrol juga gatau sama siapa wkwk.

Yaudah, itu dulu kali ya cerita karantina kali ini. Saking nggak ngapa-ngapain, nggak tau lagi apa yang harus diceritain :') Semoga semuanya segera membaik. Kalian sehat sehat selalu ya.

Comments

  1. Replies
    1. Wkwkw thank you dindin. Semangat jugaa ya, sehat selalu disana 😘

      Delete

Post a Comment

Apa pendapat kamu? Yuk sharing! :)